Saatnya kembali bernostalgia. ..
Biasanya itu kata-kata itu yang digunakan sebagai salam pembuka pada diary yang kita tulis, lengkap dengan tempat dan tanggal kita menulis cerita baru pada lembaran diary.
Entry ini diilhami karena saya masih menyimpan 2 buku harian yang saya punya dan masih ada hingga saat ini.
Apakah kalian ingat kapan pertama kali punya diary atau buku harian?
Ini adalah buku harian yang pertama kali saya miliki
Saya ingat menulisnya pertama kali saat SD dan sampai sekarang saya masih menyimpan buku harian yang pertama kali saya miliki ( gak usah ditanya tahun berapa. Pokoknya sudah puluhan tahun lalu haha).
Ketika saya buka setiap lembarannya, barulah menyadari betapa peristiwa tidak penting pun ditulis di sana🙈
Beralih ke masa SMP, ketika saya kelas 3 SMP, guru bahasa Indonesia menugaskan setiap anak untuk memiliki dan menulis buku harian sebagai tugas akhir.
Pada saat itu saya berpikir,
"Ah, masa iya sih tugas akhir semudah ini? cuma nulis buku harian doang? "
Ternyata benar!
Hampir setiap kalo beliau mengajar, beliau selalu mengingatkan untuk mengisi buku harian dengan peristiwa apapun yang mau kita tulis.
Saat itu, tugas ini merupakan hal yang sulit bagi para siswa laki-laki, termasuk beberapa teman saya. Bagi mereka (pada saat itu), membeli dan menulis buku harian adalah suatu hal yang "bukan mereka banget".
Seolah, dulu menulis buku harian hanya untuk perempuan.
Bedanya mereka tidak peduli pada desain sampul, kemasan, dan tampilan halaman buku harian, sedangkan siswa perempuan, berusaha memiliki buku harian dengan tampilan terbaik: desain menarik, ada yang memilih buku harian yang dilengkapi gembok, lembar warna-warni hingga yang beraroma wangi.
Kalau saya sih ada beberapa kriteria dalam memilih buku harian:
1. Desain sampul yang menarik
2. Halaman warna-warni
3. Harga sesuai.
4. Tidak dilengkapi gembok.
Dulu, teman saya pernah beli desain seperti ini. Eh, kuncinya hilang (padahal biasanya gembok dan kunci disatukan oleh tali warna-warni) dan ada juga yang kuncinya karatan. Jadi, buku harian gak bisa dibuka lagi.
5. Yang paling penting: diizinkan untuk beli sama orang tua hahaha
Dalam beberapa bulan, kami diminta untuk menulis buku harian. Sebelumnya, beliau telah mengatakan kriteria agar bisa mendapatkan nilai terbaik: menulis hingga lembar terakhir tanpa membaca selembar pun apa yang ditulis.
__
Akhirnya saat penilaian itu tiba:
Sebelumnya guru saya berkata, " Ibu panggil nama kalian satu per satu. Bawa buku harian kalian. Tenang, Ibu gak akan baca karena itu adalah rahasia kalian! "
Setiap siswa (khususnya laki-laki) merasa gugup karena mau tidak mau harus memperlihatkan buku harian yang mereka miliki dan guru saya benar-benar menepati kata-katanya: buku harian hanya dibuka secara cepat tanpa membaca. Beliau hanya ingin memastikan berapa banyak halaman yang kami tulis.
Tanpa kami sadari, beliau mengajarkan kami untuk belajar berliterasi: membiasakan bernarasi dan menulis, mengajarkan bahwa privasi dan rahasia adalah mutlak dan harus dihargai, bahwa bercerita tidak mengenal gender (laki-laki tidak perlu malu untuk menuangkan perasaan dan narasinya pada sebuah media).
Nah, ternyata menulis buku harian pun diyakini memiliki manfaat bagi kesehatan:
1. Meredakan stres
".... Menuangkan perasaan di dalam buku harian juga baik untuk memperbaiki kondisi mental bagi orang yang memiliki gangguan mental, seperti depresi, bipolar, gangguan kecemasan, gangguan makan, hingga skizofrenia."
2. Membuat tidur lebih nyenyak
3.Mengenal diri sendiri
4.Menyelesaikan masalah dengan baik
Selengkapnya, bisa dilihat pada artikel: